Blue Bird Group telah berkembang menjadi perusahaan transportasi darat
terkemuka khususnya di ibukota Jakarta dan beberapa kota besar lainnya.
Bahkan sangat sulit dibantah, di antara berbagai merek taksi yang
beredar di sekitarnya, diferensiasi taksi Blue Bird tampak begitu
menonjol.
Diferensiasi
itu bukan saja hanya pada sistem IT, database management, maupun sistem
renumerisasi yang baik. Dalam hal pelayanan, pengemudi Blue Bird juga
terkenal lebih baik dan sopan ketimbang supir-supir taksi merek lain.
Bagaimana mereka sampai bisa seperti itu dan siapakah sosok di balik
perusahaan taksi yang sudah berdiri sejak 38 tahun yang lalu tersebut?
Namanya
Purnomo Prawiro. Dia orang terpenting di balik perusahaan taksi yang
memiliki belasan ribu armada. “Proses utama yang harus dilakukan sebelum
memberikan service kepada pelanggan adalah peranan dari manusia di
perusahaan, khususnya para pengemudi,” katanya memulai.
Sebagai
atasan, ia berusaha memberikan contoh baik kepada bawahannya. “Tak
perlu susah-susah, cukup memberi ucapan ‘Selamat pagi’ atau ‘Bagaimana
hari ini?’ kepada bawahan ketika berpapasan,” tuturnya kemudian. Setelah
itu, tahap selanjutnya yaitu tergantung pada infrastruktur dan sistem
manajemen.
Strategi
Blue Bird Group yang berslogan ‘Andal’ pun mulai diluncurkan. Andal
merupakan kepanjangan kata dari Aman, Nyaman, Mudah, dan Personalize.
Slogan inilah yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada
pelanggan. Slogan Andal ini juga harus diaplikasikan oleh semua karyawan
Blue Bird di semua tingkatan. Dari atasan hingga back office dan
frontliners yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Jika semua
karyawan, khususnya pengemudi, merasa nyaman dalam bekerja, akan
berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
Visi
melayani yang diterapkan sendiri mengacu pada sistem top-down. Artinya,
service yang baik harus dimulai pada tingkatan atas yang kemudian
berlanjut ke bawah. Pemimpin harus memberikan contoh kepada bawahannya.
Purnomo pribadi memiliki gaya kepemimpinan spesial, baik dalam membentuk
budaya perusahaan, mengantisipasi perubahan, menggiatkan inovasi dan
memaksimalkan sumber dayanya.
Mengenai
sejarah Blue Bird sendiri, pendiri Blue Bird adalah Mutiara Siti
Fatimah Djokosoetono. Pada tahun 1970, Gubernur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, yang kala itu dijabat oleh Letjen KKO Ali Sadikin, berniat
menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan, sehingga dia menganggap
perlu adanya taksi sebagai sarana taransportasi. Akhirnya taksi-taksi
resmi pun mulai bermunculan. Hal inilah yang mendorong Mutiara untuk
mendirikan perusahaan taksi.
Namun,
karena dilihat belum memiliki pengalaman dalam pengelolaan tranportasi,
izin pendirian perusahaan taksi ditolak. Dengan dibantu kedua putranya,
Dr. H. Chandra Suharto dan Dr. H. Purnomo Prawiro, mencoba meminta
tanda tangan kepada para pelanggan yang pernah menggunakan Chandra Taksi
(merek dagang Blue Bird sebelumnya), sebagai suatu bentuk rekomendasi.
Dengan banyaknya rekomendasi dari para pelanggan yang menggunakan jasa
perusahaan tersebut, pada akhirnya perusahaan tersebut berkembang dan
memiliki lisensi sebagai perusahaan taksi.
Chandra
Taksi yang sebelumnya dijalankan secara ‘gelap’ dapat memperoleh ijin.
dan sejak saat itulah tonggak sejarah berdirinya Blue Bird Group. Usaha
ini merupakan usaha untuk menghidupi keluarga setelah sang suami Prof.
Djokosoetono, SH wafat. Mobil-mobil yang dijadikan usaha taksi waktu itu
adalah mobil-mobil peninggalan sang suami.
Setelah
itu, terinspirasi dari cerita rakyat Eropa yang mengisahkan tentang
seorang gadis kecil yatim piatu yang hidup penuh penderitaan, Mutiara
yang sekarang sudah menjadi almarhum, memutuskan untuk mengganti nama
organisasi yang didirikannya menjadi Blue Bird. Pasalnya, gadis kecil
itu berdoa kepada Tuhan meminta kebahagiaan. Akhirnya Tuhan mengirimkan
utusannya sang burung biru. Bersama burung biru ini, sang gadis kecil
berjuang melawan setiap cobaan hidup yang sering menimpanya, dengan
penuh kejujuran, kerja keras, kedisiplinan, dan kekeluargaan.
Kala
itu, seluruh keluarga ikut berperan serta dalam usaha taksi tersebut,
mulai dari pemasaran dan penerima order hingga menjadi pengemudi.
Chandra Suharto, bertugas sebagai operator telepon, sedangkan Purnomo
Prawiro sebagai pengemudi. Untuk menambah jumlah mobil, Mutiara
bekerjasama dengan janda-janda pahlawan dengan memanfaatkan mobil-mobil
mereka untuk menjadi taksi.
Rumah
pun dijadikan jaminan, ketika Blue Bird Group (BBG) pada awal
berdirinya harus menambah armada. Dari 24 taksi, kini BBG mengelola
13.000 unit kendaraan dan mempunyai lebih dari 20.000 karyawan. Sekarang
BBG menguasai 54% pangsa pasar. Berkat usaha taksi itu pula, Mutiara
berhasil menghantarkan ketiga anaknya meraih gelar sarjana.
Meskipun
banyak cobaan yang menghadang, mereka menghadapinya dengan kerja kersa,
kedisiplinan, dan kekeluargaan sehingga menjadikan Blue Bird tersohor
seperti sekarang ini. Saat ini, banyak jabatan penting dalam badan BBG
yang dipegang generasi ketiga setelah wafatnya Mutiara.
Blue Bird Group Peduli
Blue Bird Group Peduli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atensi Anda, salam sukses